Seperti yang di kemukakan di atas bahwa Sunan Giri jang menyebarkan Agama Islam di Pulau Madura, akan tetapi sebelum itu sudah banyak pedagang-pedagang Islam misalnya dari Gujarat yang singgah dipelabuhan-pelabuhan pantai madura, terutama dipelabuhan kalianget. Antar aksi yang berpuluh-puluh tahun antara penduduk asli dengan para pedagang sebagai pendatang tentu membawa pengaruh terhadap kebudayaan dan kepercayaan mereka, diceritakan disuatu daerah didekat desa Persanga di Sumenep datang seorang penyiar Agama Islam.
Ia memberi pelajaran Agama Islam di Pulau Sumenep, diceritakan pula bahwa seorang santri telah dianggap dapat melakukan rukun agam Islam maka ia lalu dimandikan dengan air dengan dicampuri macam-macam bunga yang baunya sangat harum, dimandikan secara demikian disebut dengan "e dusdus", karena itu tempat dimana dilakukan upacara dinamakan desa "Padusan". Kampung Padusan ini termasuk desa Pamolokan kota Sumenep, guru yang memberi pelajaran agama itu disebut "Sunan Padusan" menurut riwayat hidupnya ia keturunan dari Arab ayahnya bernama Usman Hadji, anak dari Raja Pandita saudara dari Sunan Ampel. Pada waktu itu rakyat sangat suka mempelajari Agama Islam sehingga mempengaruhi kepada Rajanya ialah pangeran jokotole yang lalu masuk Islam.
Sunan Padusan itu lalu dipungut menjadi anak menantu Jokotole tempat tinggal Sunan padusan itu mula-mula di desa Padusan lalu pindah kekeraton Batuputih. Penyebaran agama Islam ini terus meluas tidak hanya di pantai-pantai Pulau Madura, tetapi juga sampai kepelosok-pelosok desa, karena itu penduduk Madura hingga sekarang boleh dikatakan 99% beragama Islam. Demikian pula kebudayaan Arab masuk ke Madura bersama meluasnya Agama Islam. Karena itu kesenian Hadrah, gambus, zamrah terdapat sampai kepelosok-pelosok desa dan kampung sehingga boleh dikatakan sudah menjadi kebudayaan Madura.
Dikutip dari :
Buku Selayang Pandang Sejarah Madura
Oleh :
DR. Abdurrahman