Peran PMII Dalam Menjawab Tantangan Kebudayaan Indonesia
Dalam pengertiannya kebudayaan bisa didefinisikan sebagai sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Indonesia tentunya memiliki kebudayaan yang sangat khas yang membedakannya dengan bangsa lain. Kebudayaan Indonesia terbentuk dengan sangat unik. Kepulauan Indonesia yang terbentang luas menghasilkan bermacam-macam kebudayaan yang berbeda-beda. Ditambah lagi dengan persentuhannya budaya lokal dengan budaya dari luar seperti kebudayaan yang dibawa Hindhu-Buddha, Islam, maupun kolonial barat (meskipun budaya barat lebih banyak mudharat daripada manfaatnya). Persentuhan dan akulturasi budaya itu bersinergi dengan apik dalam tiap masa dan akhirnya membentuk kebudayaan masyarakat Indonesia saat ini.
Dalam perjalanannya saya melihat ada beberapa tantangan yang dihadapi kebudayaan Indonesia di masa kini. Tantangan ini terjadi dari dua sisi, dari dalam dan dari luar. Dari dalam misalnya, bermacam-macam kebudayaan yang berbeda dari tiap daerah, etnis, maupun agama yang ada di Indonesia bisa menimbulkan disintegrasi kebudayaan jika tidak ada rasa pluralisme dan saling menghormati. Dari luar, tentu saja kita tahu bahwa gencarnya arus globalisasi termasuk globalisasi kebudayaan membuat banyak penetrasi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia baik melalui TV, film, gadget, dan sebagainya yang dapat membawa pengaruh buruk bagi kebudayaan kita.
Sebagai mahasiswa kita harusnya mempunyai peranan penting dan posisi strategis untuk bisa menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi kebudayaan Indonesia ini. Dengan kapasitas intelektualnya mahasiswa memiliki tingkat kesadaran sosial yang relatif lebih tinggi dalam masyarakat sehingga harus mampu memilah-milah baik-buruknya kebudayaan yang masuk, maupun mengusahakan konsensus dan saling memahami antar kebudayaan Indonesia yang berbeda-beda, dalam hal ini saya menganggap mahasiswa bisa menjadi motor penggerak untuk menjawab tantangan kebudayaan itu dalam masyarakat. Namun, kecenderungan mahasiswa sekarang pada umumnya malah menjadi motor penggerak bagi tantangan-tantangan kebudayaan itu. Kapasitas intelektual dan kemampuan memperoleh informasi dan budaya dari dunia luar malah membuat mahasiswa cenderung latah dengan budaya luar yang masuk dan menganggap kebudayaan luar yang lebih modern dan glamor lebih cocok dengan kapasitas intelektual mereka dan menganggap kebudayaan bangsa sendiri sudah kuno dan tak cocok bagi mereka. Bila terhadap kebudayaan sendiri saja perhatiannya sudah kurang bagaimana bisa menjawab tantangan selanjutnya untuk mengatasi disintegrasi budaya Indonesia.
Melihat keadaan seperti itu gerakan mahasiswa mempunyai peran penting sebagai bagian dari sekelumit mahasiswa yang peduli pada masalah-masalah yang terjadi di tengah masyarakat dan bangsa ini. Dalam hal ini saya tekankan pada organ gerakan mahasiswa dimana kita berada yaitu PMII. PMII punya peluang untuk dapat berperan menjadi motor untuk menjawab tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia. Secara manhaj PMII yang menganut ahlus sunnah wal jamaah (aswaja) yang juga merupakan ciri khas masyarakat Indonesia khususnya Islam di Indonesia sebagai metode pergerakan dalam bersikap termasuk dalam hal kebudayaan. Dalam hal ini empat nilai aswaja yaitu tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan ta’adul (adil) harus diterapkan dalam menjawab tantangan ini. Secara historis pun PMII juga mewarisi ajaran aswaja yang diajarkan oleh wali songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara, dan kita tahu bagaimana para wali menyebarkan Islam di Nusantara tidak lain adalah dengan akulturasi budaya, antara budaya Islam (luar) dan budaya lokal. Tidak lupa juga secara historis PMII lahir dari NU yang konsen akan kebudayaan Indonesia dengan Lesbumi-nya yang kala itu mampu menjadi benteng kebudayaan lokal dari berbagai ideologi luar dan disintegrasi kebudayaan. Dengan kenyataan di atas secara genetis PMII memang seharusnya mampu berperan lebih dalam menghadapi tantangan-tantangan kebudayaan Indonesia.Dalam menjalankan perannya itu keempat nilai aswaja bisa menjawab tantangan kebudayaan, dengan mengembangkan sikap moderat, toleran, seimbang, dan adil dalam menyikapi tiap masalah kebudayaan baik dari dalam berupa disintegrasi kebudayaan, maupun dari luar berupa penetrasi kebudayaan asing. Selain itu prinsip al-muhafazatu ‘ala al-qadim al-salih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah atau menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik menjadi prinsip yang tepat sebagai landasan melestarikan kebudayaan kita agar tetap bertahan dan mengembangkan dengan kebudayaan baru yang lebih baik nantinya tanpa meninggalkan kebudayaan asli kita.
Tidak sekedar itu, perlu ada langkah nyata didasarkan atas karakteristik yang dimiliki PMII di atas untuk merealisasikan peran dalam menawab tantangan kebudayaan. Sebagai gerakan mahasiswa yang bisa dilakukan PMII seperti mewacanakan pemikiran tentang kebudayaan, saya pernah membaca dulu PMII Gadjah Mada pada masa jayanya pernah menerbitkan buletin Seloka yang memfokuskan wacana seni dan budaya. Saya rasa dengan mewacanakan seni dan budaya dapat mengilhami mahasiswa dan masyarakat untuk lebih peduli pada budaya Indonesia. PMII perlu juga mengagendakan advokasi kebudayaan pada masyarakat maupun pemerintah, sebagai gerakan mahasiswa penting bagi PMII untuk mengawal berbagai kebijakan pemerintah dalam hal kebudayaan apakah baik atau tidak bagi kebudayaan kita. Menggalakkan pemahaman kebudayaan kepada masyarakat juga harus dilakukan sebagai bentuk advokasi kebudayaan pada masyarakat. Hal yang paling penting adalah dari diri kita sebagai individu dalam pergerakan, kita juga harus lebih peduli pada kebudayaan Indonesia. mari berkaca pada diri kita, sudahkah kita berperan melestarikan dan mengembangkan kebudayaan kita sendiri? Sekecil apapun peran kita amat bermakna bagi kebudayaan kita yang sedang mengalami banyak tantangan. Dengan aktif berperan untuk turut menjawab tantangan kebudayaan Indonesia mulai dari diri kita sendiri untuk selanjutnya terakumulasi dalam organ gerakan mahasiswa yang memainkan peran dalam masyarakat maka perlahan tantangan kebudayaan Indonesia akan terjawab.
Ditulis sebagai syarat mengikuti Pelatihan Kader Dasar (PKD) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Gadjah Mada 201