Kunci Diluaskannya Rezeki



Kunci Kunci Rezeki
Oleh :
Syaikh DR. Fadhl Il�h� Zh�hir
mjbookmaker by:
http://jowo.jw.lt

MUKADIMAH
Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah. Kita
memuji, memohon pertolongan dan meminta
ampunanNya. Kita berlindung kepada Allah dari
kejahatan dan keburukan amal perbuatan kita. Siapa yang
ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya. Siapa yang disesatkan Allah maka tidak
ada yang dapat menunjukinya. Aku ber-saksi bahwa tidak
ada sesembahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada
sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusanNya. semoga shalawat, salam dan
keberkahan dilimpahkan kepada beliau, keluarga, sahabat
dan segenap orang yang mengikutinya. Amma ba'-du.
Di antara hal yang menyibukkan hati kebanyakan umat
Islam adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan,
sejumlah umat Islam memandang bahwa berpegang dengan
Islam akan mengurangi rizki mereka. Tidak hanya sebatas
itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi bahwa ada
sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban
syari'at Islam tetapi mereka mengira bahwa jika ingin
mendapatkan kemudahan dibidang materi dan kemapanan
S

3
ekonomi hendaknya menutup mata dari sebagian hukumhukum
Islam, terutama yang berkenaan dengan halal dan
haram.
Mereka itu lupa atau pura-pura lupa bahwa Sang Khaliq
tidaklah mensyariatkan agamaNya hanya sebagai petun-juk
bagi umat manusia dalam perkara-perkara akhirat dan
kebahagiaan mereka di sana saja. Tetapi Allah mensyariatkan
agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam
urusan kehidupan dan kebahagiaan mereka di dunia.
Bahkan do'a yang sering dipanjatkan Nabi kita , kekasih
Tuhan Semes-ta Alam, yang dijadikanNya sebagai teladan
bagi umat ma-nusia adalah:
"Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaik-an
di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api
Neraka."
Allah dan RasulNya yang mulia tidak meninggalkan umat
Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam
keraguan dalam usahanya mencari penghidupan. Tetapi sebaliknya,
sebab-sebab rizki itu telah diatur dan dijelaskan.
Seandainya umat ini mau memahaminya, menyadarinya,
berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebabsebab
itu dengan baik, niscaya Allah Yang Maha Pemberi
Rizki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya

4
mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap
arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari
langit dan bumi.
Didorong oleh keinginan untuk mengingatkan dan mengenalkan
saudara-saudara sesama muslim tentang
berbagai sebab di atas dan untuk meluruskan pemahaman
mereka ten-tang hal ini serta untuk mengingatkan orang
yang telah ter-sesat dari jalan yang lurus dalam berusaha
mencari rizki, maka saya bertekad dengan memohon taufik
dari Allah un-tuk mengumpulkan sebagian sebab-sebab
untuk mendapat-kan rizki tersebut dalam buku kecil ini.
Buku ini saya beri judul "Mafaatiihur Rizqi fi Dhau'il Kitab
was Sunnah" (yang kami terjemahkan menjadi: "Kuncikunci
Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah").
Hal-Hal Yang Saya Perhatikan Dalam Makalah Ini
Diantara hal-hal yang saya perhatikan �dengan karunia
Allah� dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Rujukan utama dalam makalah ini adalah Al-Qur'an
dan As-Sunnah RasulNya yang mulia.
2. Saya menukil hadits-hadits dari maraji' (sumber)
aslinya. Saya juga menyebutkan pandangan ulama

5
tentang derajat hadits tersebut (shahih, hasan, dha'if,
dan lain sebagai-nya, pen.), kecuali apa yang saya
nukil dari shahihain (Al-Bukhari dan Muslim). Sebab
segenap umat Islam telah sepakat untuk menerima
(keshahihannya).
3. Ketika menggunakan dalil dari ayat-ayat Al-Qur'an
dan hadits-hadits, saya berusaha mengambil faedah
(penje-lasan) dari kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab
syarah (kete-rangan) hadits-hadits.
4. Saya memaparkan tentang apa yang dimaksud
dengan sebab-sebab yang disyari'atkan dalam
mencari rizki dengan bantuan keterangan-keterangan
�setelah memo-hon pertolongan dari Allah � dari
ucapan-ucapan para ulama, untuk menghilangkan
keragu-raguan di dalamnya.
5. Saya tidak bermaksud membicarakan manfaatmanfaat
lain dari sebab-sebab yang Allah jadikan
selain ma-salah rizki. Kecuali disebutkan secara
kebetulan. Mudah-mudahan Allah memudahkan
saya untuk membicara-kan hal-hal tersebut di masa
yang akan datang.

6
6. Saya jelaskan beberapa kata asing yang ada di dalam
hadits-hadits, untuk lebih menyempurnakan
manfaat, In-sya Allah.
7. Saya tuliskan beberapa maraji' (sumber) yang cukup
untuk memudahkan siapa saja yang ingin kembali
kepadanya.
8. Saya tidak bermaksud menyebutkan sebab-sebab
rizki seluruhnya. Tetapi yang saya bahas adalah apa
yang dimudahkan oleh Allah padaku untu
mengumpulkannya.

7
Daftar Isi
Pasal Pertama : Istighfar dan Taubat
Pasal Kedua : Taqwa
Pasal Ketiga : Tawakkal kepada Allah
Pasal Keempat : Beribadah sepenuhnya kepada Allah
Pasal Kelima : Melanjutkan Haji dengan Umrah
Pasal Keenam : Silaturrahim
Pasal Ketujuh : Infak di Jalan Allah
Pasal Kedelapan : Berinfak kepada Penuntut Ilmu Syari'
Sepenuhnya
Pasal Kesembilan : Berbuat baik kepada Orang-orang yang
Lemah
Pasal Kesepuluh : Hijrah di Jalan Allah
Penutup : Terdiri dari Kesimpulan Bahasan dan Pesan

8
Ucapan Terima Kasih dan Do'a
nilah (karya sederhana itu), dan segala puji bagi Allah
Yang Maha Esa, tempat bergantung, yang semoga
memberi nikmat kepada hambaNya yang lemah ini
berupa rahmat, ampunan dan kemuliaan untuk
menyelesaikan pembahasan ini. Kami ucapkan terimakasih
sekaligus panjatan do'a kepada saudaraku Dr. Sayid
Muhammad Sadati Asy-Syinqithi. Saya banyak mengambil
manfaat dari beliau dalam penulisan makalah ini.
Ucapan terimakasih serta penghargaan juga kami
sampaikan kepada para pengurus Maktab Ta'awuni lid
Dakwah wal Irsyad (Kantor Urusan Kerjasama Dakwah dan
Penyuluhan) Divisi Orang-orang Asing di Bathha', Riyadh
yang berada di bawah Koordinasi Departemen Urusan
Agama Islam, Wakaf, Dakwah, dan Penyuluhan Kerajaan
Saudi Arabia. Di mana, sebelumnya makalah ini berasal
dari dua kali materi ceramah yang saya sampaikan di
kantor tersebut.
Do'a saya juga untuk putra saya tersayang Hammad Ilahi
serta anak-anak saya yang lain. Mereka secara bersamasama
saya memeriksa naskah yang telah disetting dari
I

9
buku ini. Mudah-mudahan Allah melimpahkan balasan
kepada semuanya dengan sebaik-baik balasan di dunia
maupun di akhirat.
Saya memohon kepada Allah yang memiliki keagungan dan
kemuliaan, semoga Ia menjadikan pekerjaanku ini benarbenar
ikhlas karena mencari ridhaNya. Serta menjadikannya
sebagai simpanan saya dan simpanan kedua orang
tua saya pada hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan
anak-anak kecuali yang datang kepada Allah dengan hati
yang bersih. Sebagaimana saya juga memohon kepada Rabb
Yang Maha Hidup lagi terus menerus mengurus makhluk-
Nya, semoga Ia memberi taufik kepada saya, juga kepada
saudara-saudara, anak-anak, karib-kerabat saya serta segenap
umat Islam untuk berpegang dan mengambil manfaat
dari sebab-sebab rizki yang disyari'atkan. Semoga pula Ia
memudahkan kebaikan bagi kita di dunia dan di akhirat.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
Amin.
Semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan
kepada Nabi kita Muhammad , kepada keluarga, sahabat
dan segenap pengikutnya.
Dr. Fadhl Ilahi

10
Pasal Pertama :
ISTIGHFAR DAN TAUBAT
iantara sebab terpenting diturunkannya rizki
adalah is-tighfar (memohon ampunan) dan taubat
kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha
Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai
pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan:
a. Hakikat istighfar dan taubat.
b. Dalil syar'i bahwa istighfar dan taubat termasuk
kunci rizki.
A. Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan
taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian
mere-ka mengucapkan,
"Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya"
Tetapi kalimat-kalimat di atas tidak membekas di dalam
hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota
D

11
badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah
perbuatan orang-orang dusta.
Para ulama � semoga Allah memberi balasan yang se-baikbaiknya
kepada mereka telah menjelaskan hakikat istighfar
dan taubat.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: "Dalam istilah
syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya,
menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan
kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha
mela-kukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat
hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah
sempurna"
Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan:
"Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa
hu-kumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara
hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya
dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama,
hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus
menyesali per-buatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus
berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah
satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya
ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia

12
membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika
ber-bentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus
mengem-balikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan
atau seje-nisnya maka ia harus memberinya kesempatan
untuk mem-balasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika
berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta
maaf."
Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib
Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan
dan perbuatan. Dan firman Allah:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
Maha Pengampun." (Nuh: 10).
Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta
ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan
perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun
(istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan
adalah pekerjaan para pendusta.
B. Dalil Syar'i Bahwa Istighfar dan Taubat Termasuk
Kunci Rizki
Beberapa nash (teks) Al-Qur'an dan Al-Hadits menunjukkan
bahwa istighfar dan taubat termasuk sebabPendidikan
Anak dalam Islam
13
sebab rizki dengan karunia Allah . Di bawah ini beberapa
nash dimaksud:
1. Apa yang disebutkan Allah tentang Nuh yang berkata
kepada kaumnya :
"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun
kepada Tuhanmu', sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu
dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan
(pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh: 10-12).
Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal
berikut dengan istighfar.
a. Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan firmanNya:
"Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun."
b. Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas
radhiallaahu anhu berkata " " adalah (hujan) yang turun
dengan deras.
c. Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam
menafsirkan ayat:Atha' berkata: "Niscaya Allah akan
membanyakkan harta dan anak-anak kalian".
d. Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.

14
e. Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam
Al-Qurthubi berkata: "Dalam ayat ini, juga disebutkan
dalam (surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bahwa
istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya
rizki dan hujan."
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata: "Makna-nya,
jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun
kepadaNya dan kalian senantiasa mentaatiNya niscaya Ia
akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan air
hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk
kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuhtumbuhan
untuk kalian, melimpahkan air susu perahan
untuk kalian, mem-banyakkan harta dan anak-anak untuk
kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya
bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta
mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu
(untuk kalian)."
Demikianlah, dan Amirul mukminin Umar bin Khaththab
juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayatayat
ini ketika beliau memohon hujan dari Allah .
Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: "Bahwasanya Umar
keluar untuk memohon hujan bersama orang ba-nyak. Dan
beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon

15
ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang
bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda memohon
hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya
hujan dengan majadih langit yang dengannya diharapkan
bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat." (Nuh: 10-11).
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar
(memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan
kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan
dan kekeringan kebun-kebun.
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya
ia berkata: "Ada seorang laki-laki mengadu kepada
Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau
berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang
lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau
berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang
lain lagi berkata kepadanya, "Do'akanlah (aku) kepada
Allah, agar ia memberiku anak!" Maka beliau mengatakan
kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Dan yang lain
lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya

16
maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, "Beristighfarlah
kepa-da Allah!"
Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang
mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan:
"Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak
orang yang mengadukan bermacam-macam (perkara) dan
Anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar.
Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengatakan
hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah
berfirman dalam surat Nuh:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta
dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu ke-bun-kebun
dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungaisungai."
(Nuh: 10-12).
Allahu Akbar! Betapa agung, besar dan banyak buah dari
istighfar! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hambaMu
yang pandai beristighfar. Dan karuniakanlah kepada
kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin,
wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus
MakhlukNya.

17
2. Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan ten-tang
seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar.
"Dan (Hud berkata), 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada
Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah
kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (Hud:52).
Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di
atas menyatakan: "Kemudian Hud memerintahkan
kaumnya untuk beristighfar yang dengannya dosa-dosa
yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan
mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi.
Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan
memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan
menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman:
"Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atas-mu".
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang
memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizkirizki
kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah
keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi
Maha Mengabulkan doa. Amin, wahai Dzat Yang Memiliki
keagungan dan kemuliaan.

18
3. Ayat yang lain adalah firman Allah:
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu
dan bertaubat kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang
demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik
(terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah
ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika
kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan
ditimpa siksa hari Kiamat." (Hud: 3).
Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji dari Allah Yang
Maha Kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan
yang baik kepada orang yang beristighfar dan bertaubat.
Dan maksud dari firmanNya:
"Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terusmenerus
) kepadamu." Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah
bin Abbas adalah, "Ia akan menganugerahi rizki dan
kelapangan kepada kalian".
Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan:
"Inilah buah dari istighfar dan taubat. Yakni Allah akan
memberi kenikmatan kepada kalian dengan berbagai
manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup
serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang

19
dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan
sebelum kalian.
Dan janji Tuhan Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam
bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh
Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata: "Ayat yang
mulia tersebut menunjukkan bahwa beristighfar dan bertaubat
kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga
Allah menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada
orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan.
Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar
dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang
dite-tapkan".
4. Dalil lain bahwa beristighfar dan taubat adalah di antara
kunci-kunci rizki yaitu hadits yang diriwayatkan Imam
Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim
dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun
kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap
kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitan-nya
kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal)
dari arah yang tiada disangka-sangka".
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan
terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu,

20
mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh
orang yang mem-perbanyak istighfar. Salah satunya yaitu,
bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, yang Memiliki
kekuatan akan mem-berikan rizki dari arah yang tidak
disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah
terdetik dalam hatinya.
Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah
ia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohon
ampun), baik dengan ucapan maupun perbuatan. Dan
hendaknya setiap muslim waspada, sekali lagi hendaknya
waspada, dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan
lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan para
pendusta.

21
Pasal Kedua :
TAQWA
ermasuk sebab turunnya rizki adala taqwa. Saya
akan membicarakan masalah ini � dengan memohon
taufik dari Allah� dalam dua bahasan:
a. Makna taqwa.
b. Dalil syar'i bahwa taqwa termasuk kunci rizki.
A. MAKNA TAQWA
Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan
taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani
mendefinisikan: "Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan
yang membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan
apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan meninggalkan
sebagian yang dihalalkan".
Sedangkan Imam An-Nawawi mendefinisikan taqwa dengan
"Mentaati perintah dan laranganNya." Maksudnya, menjaga
diri dari kemurkaan dan adzab Allah . Hal itu sebagaimana
didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani "Taqwa yaitu menjaga
T

22
diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan
melakukan perbuatan atau meninggalkannya."
Karena itu, siapa yang tidak menjaga dirinya, dari
perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang bertaqwa. Maka
orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang
diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua
telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil
dengan kedua tangan-nya apa yang tidak diridhai Allah,
atau berjalan ke tempat yang dikutuk Allah, berarti tidak
menjaga dirinya dari dosa.
Jadi, orang yang membangkang perintah Allah serta melakukan
apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk
orang-orang yang bertaqwa.
Orang yang menceburkan diri ke dalam maksiat sehingga ia
pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia telah
mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang
bertaqwa.
B. DALIL SYAR'I BAHWA TAQWA TERMASUK KUNCI
RIZKI
Beberapa nash yang menunjukkan bahwa taqwa terma-suk
di antara sebab rizki, Di antaranya:

23
1. Firman Allah:
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia
akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya
rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-
3).
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa orang yang
merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua hal.
Pertama, "Allah akan mengadakan jalan keluar baginya."
Artinya, Allah akan menyelamatkannya �sebagaimana dikatakan
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu � dari setiap
kesusahan dunia maupun akhirat. Kedua, "Allah akan
memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka."
Artinya, Allah akan memberi-nya rizki yang tak pernah ia
harapkan dan angankan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan:
"Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dengan
melakukan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan
apa yang dilarangNya, niscaya Allah akan memberinya
jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangkasangka,
yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam
benaknya,"

24
Alangkah agung dan besar buah taqwa itu! Abdullah bin
Mas'ud berkata: "Sesungguhnya ayat terbesar dalam hal
pemberian janji jalan keluar adalah:
"Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan jalan keluar baginya".
2. Ayat lainnya adalah firman Allah:
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada me-reka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendus-takan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka di-sebabkan
perbuatan mereka sendiri". (Al -A'raf: 96).
Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan, seandai-nya
penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni iman
dan taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan
(kekayaan) untuk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannya
dari segala arah.
Menafsirkan firman Allah:
"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai
berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas
mengatakan: "Niscaya Kami lapangkan kebaikan (kekayaan)
untuk mereka dan Kami mudahkan bagi mereka
untuk mendapatkan dari segala arah."

25
Janji Allah yang terdapat dalam ayat yang mulia tersebut
terhadap orang-orang beriman dan bertaqwa mengandung
beberapa hal, di antaranya:
a. Janji Allah untuk membuka (keberkahan) bagi mereka.
Imam Al-Baghawi berkata, Ia berarti mengerjakan sesuatu
secara terus menerus. Atau seperti kata Imam Al-Khazin,
"Tetapnya suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu."
Jadi, yang dapat disimpulkan dari makna kalimat " " adalah
bahwa apa yang diberikan Allah disebabkan oleh keimanan
dan ketaqwaan mereka merupakan kebaikan yang terus
menerus, tidak ada keburukan atau konsekuensi apa pun
atas mereka sesudahnya.
Tentang hal ini, Sayid Muhammad Rasyid Ridha berkata:
"Adapun orang-orang beriman maka apa yang dibukakan
untuk mereka adalah berupa berkah dan kenikmatan. Dan
untuk hal itu, mereka senantiasa bersyukur kepada Allah,
ridha terhadapNya dan mengharapkan karuniaNya. Lalu
mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan
keburukan, untuk perbaikan bukan untuk merusak.
Sehingga balasan bagi mereka dari Allah adalah
ditambahnya berbagai kenikmatan di dunia dan pahala
yang baik di akhirat."

26
Syaikh Ibnu Asyur mengungkapkan hal itu dengan
ucapannya: adalah kebaikan yang murni yang tidak ada
konsekuensinya di akhirat. Dan ini adalah sebaik-baik jenis
nikmat."
b. Kata berkah disebutkan dalam bentuk jama' sebagaimana
firman Allah:
"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai
berkah." Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu
Asyur untuk menunjukan banyaknya berkah sesuai dengan
banyaknya sesuatu yang diberkahi.
c. Allah berfirman:
"Berbagai keberkahan dari langit dan bumi". Menurut Imam
Ar-Razi, maksudnya adalah keberkahan langit dengan
turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya
berba-gai tanaman dan buah-buahan, banyaknya hewan
ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan dan
keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan
bumi laksana Ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk
manfaat dan kebaikan berdasarkan penciptaan dan
pengurusan Allah ."
3. Ayat lainnya adalah firman Allah:

27
"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan
(hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada
mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat
makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka.
Diantara mereka ada golongan pertengah-an. Dan alangkah
buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka". (Al -
Ma'idah: 66).
Allah mengabarkan tentang Ahli Kitab, 'Bahwa seandainya
mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat, Injil
dan Al-Qur'an �demikian seperti dikatakan oleh Abdullah
bin Abbas dalam menafsirkan ayat tersebut,� niscaya Allah
memperbanyak rizki yang diturunkan kepada mereka dari
langit dan yang tumbuh untuk mereka dari bumi.
Syaikh Yahya bin Umar Al-Andalusi berkata: "Allah
menghendaki �wallahu a'lam� bahwa seandainya mereka
mengamalkan apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil
dan Al-Qur'an, niscaya mereka memakan dari atas dan dari
bawah kaki mereka. Maknanya �wallahu'alam�, niscaya
mereka diberi kelapangan dan kesempurnaan nikmat dunia,"
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Al-Qurthubi mengatakan,
"Dan sejenis dengan ayat ini adalah firman Allah:

28
"Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari
arah yang tidak disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq:2-3).
"Dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan di atas ja-lan
itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum
kepada mereka air yang segar (rizki yang ba-nyak)." (Al -Jin:
16).
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada me-reka
berbagai keberkahan dari langit dan bumi." (Al -A'raf: 96).
Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di atas, Allah
menjadikan ketaqwaan di antara sebab-sebab rizki dan
men-janjikan untuk menambahnya bagi orang yang
bersyukur.
Allah berfirman: "Jika kalian bersyukur, niscaya Aku
tambahkan nikmat-Ku atasmu." ( Ibrahim: 7).
Karena itu, setiap orang yang menginginkan keluasan rizki
dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya dari
segala dosa. Hendaknya ia menta'ati perintah-perintah Allah
dan menjauhi larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia
menjaga diri dari yang menyebabkan berhak mendapat
siksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan
kebaikan.

29
Pasal Ketiga :
BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
ermasuk di antara sebab diturunkannya rizki adalah
bertawakkal kepada Allah dan Yang kepadaNya
tempat bergantung. Insya Allah kita akan
membicarakan hal ini melalui tiga hal:
a. Yang dimaksud bertawakkal kepada Allah.
b. Dalil syar'i bahwa bertawakkal kepada Allah
termasuk di antara kunci-kunci rizki.
c. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?
A. Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama �semoga Allah membalas mereka dengan
sebaik-baik balasan� telah menjelaskan makna tawakkal. Di
antaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata: "Tawakkal
adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang ditawakkali)
semata."
T

30
Al-Allamah Al-Manawi berkata: "Tawakkal adalah menampakkan
kelemahan serta penyandaran (diri) kepada
yang di tawakkali."
Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenarbenar
tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori berkata: "Hendaknya
kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat
dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang
ada, baik makhluk maupun rizki, pem-berian atau
pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau
kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal
yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada), semua-nya
itu adalah dari Allah."
B. Dalil syar'i Bahwa Bertawakkal kepada Allah
Termasuk Kunci Rizki
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Muba-rak,
Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha'i dan Al-Baghawi
meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah
bersabda:
"Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah
sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki
sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagiPendidikan
Anak dalam Islam
31
pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam
keadaan kenyang."
Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah yang ber-bicara
dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal
kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia
akan diberi rizki oleh Allah sebagaimana burung-burung
diberiNya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah
bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak
pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepada-
Nya, niscaya Allah akan mencukupinya. Allah berfirman:
"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap
sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).
Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi' bin Khutsaim mengatakan:
"(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit
manusia".
C. Apakah Tawakkal itu Berarti Mening-galkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang berkata: "Jika orang yang
bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka

32
kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari
penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan
bermalasan-malasan, lalu rizki kita datang dari langit?"
Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang
mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang
mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan diberi
rizki itu dengan burung yang pergi di pagi hari dan
pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki
sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau
pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada
Allah Yang Maha Esa dan Yang kepadanya tempat
bergantung. Dan sungguh para ulama �semoga Allah
membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan� telah
memperingatkan masa-lah ini. Di antaranya adalah Imam
Ahmad, beliau berkata: " Dalam hadits tersebut tidak ada
isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha,
sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang
menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits
tersebut, bahwa seandainya mereka berta-wakkal kepada
Allah dalam kepergian, kedatangan dan usa-ha mereka, dan
mereka mengetahui kebaikan (rizki) itu di TanganNya, tentu
mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan
mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burungburung
tersebut."

33
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang
hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, 'Aku
tidak mau bekerja sedikit pun, sampai rizkiku datang
sendiri'. Maka beliau berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak
mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui
panahku."
Dan beliau bersabda:
"Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-
benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki
sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung
berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore
hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu
berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka
men-cari rizki.
Selanjutnya Imam Ahmad berkata: "Para Sahabat berdagang
dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah
teladan kita".
Syaikh Abu Hamid berkata: "Barangkali ada yang mengi-ra
bahwa makna tawakkal adalah , meninggalkan pekerjaan
secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta

34
menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang
di-lemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat
me-motong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh.
Semua itu adalah haram menurut hukum syari'at.
Sedangkan syari'at memuji orang yang bertawakkal. Lalu,
bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam
agama dapat di-peroleh dengan hal-hal yang dilarang oleh
agama pula?
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan,
"Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak dalam
gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai
tujuan-tujuannya".
Imam Abul Qosim Al-Qusyairi berkata: "Ketahuilah sesungguhnya
tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun
gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan tawakkal
yang ada di dalam hati setelah seorang hamba meyakini
bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat
kesulitan, maka hal itu adalah karena taqdirNya, dan jika
terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan
dariNya."
Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah
tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang

35
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim
dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya , ia berkata:
"Seseorang berkata kepada Nabi , Aku lepaskan unta-ku dan
(lalu) aku bertawakkal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian
bertawakkallah'."
Dan dalam riwayat Al-Qudha'i disebutkan:
"Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah,
Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku
bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja
lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran
(unta)mu lalu bertawakkallah'."
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakkal
tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap
muslim wajib berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan
berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia
tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras
dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa segala
urusan adalah milik Allah, dan bahwa rizki itu hanyalah
dari Dia semata.

36
Pasal Keempat :
BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA
i antara kunci-kunci rizki adalah beribadah
kepada Allah sepenuhnya. Saya akan membahas
masalah ini �dengan memohon pertolongan
kepada Allah� dari dua hal:
A. Makna beribadah kepada Allah sepenuhnya.
B. Dalil syar'i bahwa beribadah kepada Allah sepenuhnya
adalah di antara kunci-kunci rizki.
A. Makna Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya.
Hendaknya seseorang tidak mengira bahwa yang dimak-sud
beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha
untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid
sepanjang siang dan malam. Tetapi yang dimaksud �
wallahu a'lam� adalah hendaknya seorang hamba beribadah
dengan hati dan jasadnya, khusyu' dan merendahkan diri di
hadapan Allah Yang Maha Esa, menghadirkan (dalam hati)
betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasa bahwa
ia sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai
D

37
dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadits:
"Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan
kami melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya maka
sesungguhnya Dia melihatmu."
Janganlah engkau termasuk orang-orang yang (ketika
beribadah) jasad mereka berada di masjid, sedang hatinya
berada di luar masjid.
Menjelaskan sabda Rasulullah :
"Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu". Al-Mulla Ali Al-Qari
berkata, "Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar
sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada
Tuhan-mu".
B. DALIL SYAR'I BAHWA BERIBADAH KEPADA ALLAH
SEPENUHNYA TERMASUK KUNCI RIZKI
Ada beberapa nash yang menunjukkan bahwa beribadah
sepenuhnya kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci
rizki. Beberapa nash tesebut di antaranya adalah:
1. Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari Nabi beliau
bersabda:

38
"Sesungguhnya Allah berfirman, 'wahai anak Adam!,
beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi
(hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku
penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, nis-caya
Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku
penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)'."
Nabi dalam hadits tersebut menjelaskan, bahwasanya Allah
menjanjikan kepada orang yang beribadah kepadaNya
sepenuhnya dengan dua hadiah, sebaliknya mengancam
bagi yang tidak beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan
dua siksa. Adapun dua hadiah itu adalah Allah mengisi hati
orang yang beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan kekayaan
serta memenuhi kebutuhannya. Sedangkan dua siksa
itu adalah Allah memenuhi kedua tangan orang yang tidak
beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan berbagai
kesibuk-an, dan ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya,
sehingga ia tetap membutuhkan kepada manusia.
2. Hadits riwayat Imam Al-Hakim dari Ma'qal bin Yasar ia
berkata, Rasulullah bersabda:
"Tuhan kalian berkata, 'Wahai anak Adam, beribadah-lah
kepadaKu sepenuhnya, niscaya Aku penuhi hatimu dengan
kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki.
Wahai anak Adam, jangan jauhi Aku sehingga Aku penuhi

39
hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tangamu
dengan kesibukan."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia, yang
berbicara berdasarkan wahyu mengabarkan tentang janji
Allah, yang tak satu pun lebih memenuhi janji daripadaNya,
berupa dua jenis pahala bagi orang yang benar-benar beribadah
kepada Allah sepenuhnya. Yaitu, Allah pasti memenuhi
hatinya dengan kekayaan dan kedua tangannya
dengan rizki. Sebagaimana Nabi juga memperingatkan
akan ancam-an Allah kepada orang yang menjauhiNya
dengan dua jenis siksa. Yaitu Allah pasti memenuhi hatinya
dengan kefakiran dan kedua tangannya dengan kesibukan.
Dan semua mengetahui, siapa yang hatinya dikayakan oleh
Yang Maha Memberi kekayaan, niscaya tidak akan didekati
oleh kemiskinan selama-lamanya. Dan siapa yang kedua
tangannya dipenuhi rizki oleh Yang Maha Memberi rizki dan
Maha Perkasa, niscaya ia tidak akan pernah pailit selamalamanya.
Sebaliknya, siapa yang hatinya dipenuhi dengan
kefakiran oleh Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan,
niscaya tak seorang pun mampu membuatnya kaya. Dan
siapa yang disibukkan oleh Yang Maha Perkasa dan Maha
Memaksa, niscaya tak seorang pun yang mampu
memberinya waktu luang.

40
Pasal Kelima :
MELANJUTKAN HAJI DENGAN UMRAH
ATAU SEBALIKNYA
i antara perbuatan yang dijadikan Allah termasuk
kunci-kunci rizki yaitu melanjutkan haji dengan
umrah atau sebaliknya. Pembicaraan masalah ini
�dengan memohon pertolongan Allah� akan saya lakukan
melalui dua poin bahasan:
A. Yang dimaksud melanjutkan haji dengan umrah atau
sebaliknya.
B. Dalil syar'i bahwa melanjutkan haji dengan umrah
atau sebaliknya termasuk pintu-pintu rizki.
A. Yang Dimaksud Melanjutkan Haji Dengan Umrah Atau
Sebaliknya
Syaikh Abul Hasan As-Sindi menjelaskan tentang mak-sud
melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya berkata:
"Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain, di mana ia
dilakukan sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan haji
maka tunaikanlah umrah. Dan jika kalian menunaikan
D

41
umrah maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling
mengikuti.
B. Dalil Syar'i Bahwa Melanjutkan Haji Dengan Umrah
Atau Sebaliknya Termasuk Kunci Rizki
Di antara hadits-hadits yang menunjukkan bahwa melanjutkan
haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk kuncikunci
rizki adalah :
1. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban
meriwayatkah dari Abdullah bin Mas'ud berkata,
Rasulullah bersabda:
"Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesungguhnya
keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana
api dapat menghilangkan kotoran besi, emas dan
perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur itu melainkan
Surga".
Dalam hadits yang mulia tersebut Nabi yang terper-caya,
yakni berbicara dengan wahyu menjelaskan bahwa buah
melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya adalah
hilangnya kemiskinan dan dosa. Imam Ibnu Hibban memberi
judul hadits ini dalam kitab shahihnya dengan:

42
"Keterangan Bahwa Haji dan Umrah Menghilangkan Dosadosa
dan Kemiskinan dari Setiap Muslim dengan Sebab
Keduanya."
Sedangkan Imam Ath-Thayyibi dalam menjelaskan sabda
Nabi :
"Sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan
dosa-dosa", dia berkata, "Kemampuan keduanya untuk
menghilangkan kemiskinan seperti kemampuan amalan
ber-sedekah dalam menambah harta."
2. Hadits riwayat Imam An-Nasa'i dari Ibnu Abbas c, ia
berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda:
"Lanjutkanlah haji dengan umrah atau sebaliknya. Kare-na
sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemis-kinan
dan dosa-dosa sebagaimana api dapat menghi-langkan
kotoran besi."
Maka orang-orang yang menginginkan untuk dihilangkan
kemiskinan dan dosa-dosanya, hendaknya ia segera melanjutkan
hajinya dengan umrah atau sebaliknya.

43
Pasal Keenam :
SILATURRAHIM
i antara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim.
Pembi-caraan masalah ini �dengan memohon
pertolongan Allah� akan saya bahas melalui
empat poin berikut:
A. Makna silaturrahim.
B. Dalil syar'i bahwa silaturrahim termasuk di antara
pintu-pintu rizki.
C. Apa saja sarana untuk silaturrahim?
D. Tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat.
A. Makna Silaturrahim
Makna "ar-rahim" adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu
Hajar berkata: "Ar-rahim" secara umum adalah dimaksudkan
untuk para kerabat dekat. Antara mereka terdapat
garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak,
dan sebagai mahram atau tidak."
Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para
kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.
D

44
Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang
kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan
kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi,
padahal tidak demikian."
Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-
Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat
baik kepada para karib kerabat dekat �baik menurut garis
keturunan maupun perkawinan� berlemah lembut dan
mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka.
B. Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci Rizki
Beberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah
menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab
kelapang-an rizki. Di antara hadits-hadits dan atsar-atsar
itu adalah:
1. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah , ia
berkata, 'Aku mendengar Rasulullah bersabda:
"Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan
ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknyalah
ia menyambung (tali) silaturrahim".
2. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari
Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah bersabda:

45
"Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan
usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia
menyambung silaturrahim."
Dalam hadits yang mulia di atas, Nabi menjelaskan bahwa
silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rizki dan
bertambahnya usia.
Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh makhluk
Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan
wahyu, Nabi Muhammad . Maka barangsiapa menginginkan
dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya,
yaitu silaturrahim. Demikianlah, sehingga Imam Al-
Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu dengan "Bab
Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim."
Artinya, dengan sebab silaturrahim.
Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin
Malik dalam kitab shahihnya dan beliau memberi judul
dengan: "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya
Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyambung
Silaturrahim.
3. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari
Nabi beliau bersabda:

46
"Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa
menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya
silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap
keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta dan
bertambahnya usia."
Dalam hadits yang mulia Ini Nabi menjelaskan bahwa
silaturrahim ini membuahkan tiga hal, di antaranya adalah
ia menjadi sebab banyaknya harta.
4. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Ali
bin Abi Thalib dari Nabi , beliau bersabda:
"Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan
diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang
buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan
menyambung silaturrahim."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan
terpercaya, menjelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi
orang yang memiliki dua sifat; bertaqwa kepada Allah dan
menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga
manfaat itu adalah keluasan rizki.
5. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah
bin Umar ia berkata:

47
"Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung
silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya dan
dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya."
6. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam berkembangnya
harta benda dan menjauhkan kemiskinan,
sam-pai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh
silaturrahim, harta mereka bisa berkembang, semakin
banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran, karena
karunia Allah .
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah dari
Nabi bahwasanya beliau bersabda:
"Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan pahalanya
adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluar-ga
yang ahli maskiat pun, harta mereka bisa berkembang dan
jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling
bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang
saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan
(kekurangan)."
C. APA SAJA SARANA UNTUK SILATURRAHIM?
Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya
dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab

48
yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu.
Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan
kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak
keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan
lainnya.
Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Silaturrahim itu bisa
dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, dengan
menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang
berseri-seri serta dengan do'a."
Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa
saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaik-an,
serta menolak apa saja yang mungkin bisa ditolak dari
keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat
dekat).
D. Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat
Sebagian orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim
dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa
bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan
menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu
maje-lis dengan mereka, makan bersama-sama mereka

49
serta bersi-kap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak
benar.
Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat
baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan
hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman:
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan ber-laku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi-mu karena
agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil." (Al-Mumtahanah: 8).
Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma'
binti Abu Bakar c yang menanyakan Rasullah untuk
bersilaturrahmi kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits
ini diantaranya disebutkan:
"Aku bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat
berharap, apakah aku harus menyambung (silaturrahim)
dengan ibuku?' Beliau menjawab, 'Ya, sambunglah
(silaturrahim) dengan ibumu'."
Tetapi, itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi,
duduk-duduk satu majelis dengan mereka. Bersama-
sama makan dengan mereka serta bersikap lembut dePendidikan
Anak dalam Islam
50
ngan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah berfirman:
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang ber-iman
kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-sudara atau pun keluarga me-reka." (Al-Mujadilah:
22).
Makna ayat yang mulia ini �sebagaimana disebutkan oleh
Imam Ar-Razi� adalah bahwasanya tidak akan bertemu
antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah.
Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak
mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut.
Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan
bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk
satu majelis dengan mereka.
Imam Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik:
"Saya berkata, 'Termasuk dalam makna kelompok
Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka
memusuhi'."
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia
tersebut berkata: "Artinya, mereka tidak saling men-cintai

51
dengan orang yang suka menentang (Allah dan Rasul-Nya),
bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat."
Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam
upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat
kepada Neraka dan menjauhi dari Surga. Tetapi, bila
kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan
tersebut ada-lah dengan cara memutuskan hubungan
dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut �
dalam kondisi demi-kian� dapat dikategorikan sebagai
silaturrahim.
Dalam hal ini, Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Jika
mereka itu orang-orang kafir atau suka berbuat dosa maka
memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah
adalah (bentuk) silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan
syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu
mereka, dan mereka masih terus membandel. Kemudian,
hal itu (pe-mutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka
tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian,
mereka masih te-tap berkewajiban mendo'akan mereka
tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan
yang lurus.

52
Pasal Ketujuh :
BERINFAK DI JALAN ALLAH
i antara kunci-kunci rizki lain adalah berinfak di
jalan Allah. Pembahasan masalah ini �dengan
memohon taufik dari Allah� akan saya lakukan
melalui dua poin berikut:
A. Yang dimaksud berinfak.
B. Dalil syar'i bahwa berinfak di jalan Allah adalah
termasuk kunci-kunci rizki.
A. Yang Dimaksud Berinfak
Di tengah-tengah menafsirkan firman Allah:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia
akan menggantinya". (Saba': 39).
Syaikh Ibnu Asyur berkata: "Yang dimaksud dengan infak di
sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti
berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan
Allah untuk menolong agama."
D

53
B. Dalil Syar'i Bahwa Berinfak di Jalan Allah Adalah
Termasuk Kunci Rizki
Ada beberapa nash dalam Al-Qur'anul Karim dan Al-Hadits
Asy-Syarif yang menunjukkan bahwa orang yang berinfak di
jalan Allah akan diganti oleh Allah di dunia. Di samping,
tentunya apa yang disediakan oleh Allah baginya dari
pahala yang besar di akhirat. Di antara dalil-dalil itu adalah
sebagai berikut:
1. Firman Allah:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah
akan menggantinya dan Dialah Pemberi rizki yang se-baikbaiknya."
(Saba': 39).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Katsir
berkata: "Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari
apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang
diper-bolehkanNya, niscaya Dia akan menggantinya
untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi
pahala dan gan-jaran, sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits�"
Imam Ar-Razi berkata, "Firman Allah: 'Dan barang apa saja
yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya',
adalah realisasi dari sabda Nabi : "Tidaklah para hamba

54
berada di pagi hari�. " (Al -Hadits). Yang demikian itu karena
Allah adalah Penguasa, Maha Tinggi dan Maha Kaya. Maka
jika Dia berkata: "Nafkahkanlah dan Aku yang akan
menggantinya,' maka itu sama dengan janji yang pasti ia
tepati. Sebagaimana jika Dia berkata: "Lemparkanlah
barangmu ke dalam laut dan Aku yang menjaminnya."
Maka, barangsiapa berinfak berarti dia telah memenuhi
syarat untuk mendapatkan ganti. Sebaliknya, siapa yang tidak
berinfak maka hartanya akan lenyap dan ia tidak
berhak mendapatkan ganti. Hartanya akan hilang tanpa
ganti, arti-nya lenyap begitu saja.
Yang mengherankan, jika seseorang pedagang mengeta-hui
bahwa sebagian dari hartanya akan binasa, ia akan
menjualnya dengan cara nasi'ah (pembayaran di belakang),
meskipun pembelinya termasuk orang miskin. Lalu ia berkata,
hal itu lebih baik daripada pelan-pelan harta itu
binasa. Jika ia tidak menjualnya sampai harta itu binasa
maka ia akan disalahkan. Dan jika ada orang mampu yang
menjamin orang miskin itu, tetapi ia tidak menjualnya
(kepada orang tersebut) maka ia disebut orang gila.
Dan sungguh, hampir setiap orang melakukan hal ini, tetapi
masing-masing tidak menyadari bahwa hal itu mendekati
gila. Sesungguhnya harta kita semuanya pasti akan binasa.

55
Dan menafkahkan kepada keluarga dan anak-anak adalah
berarti memberi pinjaman. Semuanya itu berada dalam
jaminan kuat, yaitu Allah Yang Maha Tinggi. Allah
berfirman: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan
maka Dia pasti manggantinya."
Lalu Allah memberi pinjaman kepada setiap orang, ada yang
berupa tanah, kebun, penggilingan, tempat pemandian
untuk berobat atau manfaat tertentu. Sebab setiap orang
tentu memiliki pekerjaan atau tempat yang daripadanya ia
mendapatkan harta. Dan semua itu milik Allah. Di tangan
manusia, harta itu adalah pinjaman. Jadi, seakan-akan barang-
barang tersebut adalah jaminan yang diberikan Allah
dari rizkiNya, agar orang tersebut percaya penuh kepadaNya
bahwa bila dia berinfak, Allah pasti akan menggantinya.
Tetapi meskipun demikian, ternyata ia tidak mau berinfak
dan membiarkan hartanya lenyap begitu saja tanpa
mendapat pahala dan disyukuri.
Selain itu, Allah menegaskan janjiNya dalam ayat ini kepada
orang yang berinfak untuk menggantinya dengan rizki (lain)
melalui tiga penegasan. Dalam hal ini, Ibnu Asyur berkata:
"Allah menegaskan janji tersebut dengan kalimat bersyarat,
dan dengan menjadikan jawaban dari kali-mat bersyarat itu
dalam bentuk jumlah ismiyah dan dengan mendahulukan

56
musnad ilaiah (sandaran) terhadap khabar fi'ilnya. Dengan
demikian, janji tersebut ditegaskan dengan tiga pene-gasan
yang menunjukkan bahwa Allah benar-benar akan
merealisasikan janji itu. Sekaligus menunjukkan bahwa
ber-infak adalah sesuatu yang dicintai Allah.
Dan sungguh janji Allah adalah sesuatu yang tegas, ya-kin,
pasti dan tidak ada keraguan untuk diwujudkannya, walaupun
tanpa adanya penegasan seperti di atas. Lalu, bagaimana
halnya jika janji itu ditegaskan dengan tiga
penegasan?
2. Dalil lain adalah firman Allah:
"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan
dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir);
sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya
dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha
Mengetahui." (Al -Baqarah: 268).
Menafsirkan ayat mulia ini, Ibnu Abbas berkata: "Dua hal
dari Allah, dan dua hal dari setan. "Setan men-janjikan
(menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan." Setan itu
berkata, 'Jangan kamu infakkan hartamu, peganglah
untukmu sendiri karena kamu membutuhkannya'. "Dan
menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)."

57
(Dan dua hal dari Allah adalah), "Allah menjanjikan untukmu
ampunan daripadaNya," yakni atas maksiat yang
kamu kerjakan, "dan karunia" berupa rizki.
Al-Qadhi Ibnu Athiyah menafsirkan ayat ini berkata:
"Maghfirah (ampunan Allah) adalah janji Allah bahwa Dia
akan menutupi kesalahan segenap hambaNya di dunia dan
di akhirat. Sedangkan al-fadhl (karunia) adalah rizki yang
luas di dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan
segala apa yang telah dijanjikan Allah .
Imam Ibnu Qayim Al-Jauziyah dalam menafsirkan ayat yang
mulia ini berkata: "Demikianlah, peringatan setan bah-wa
orang yang menginfakkan hartanya, bisa mengalami kefakiran
bukanlah suatu bentuk kasih sayang setan kepadanya,
juga bukan suatu bentuk nasihat baik untuknya.
Ada-pun Allah, maka Ia menjanjikan kepada hambaNya
ampunan dosa-dosa daripadaNya, serta karunia berupa
penggantian yang lebih baik daripada yang ia infakkan, dan
ia dilipatgan-dakanNya baik di dunia saja atau di dunia dan
di akhirat."
3. Dalil lain adalah hadits riwayat Muslim dari Abu
Hurairah , Nabi memberitahukan kepadanya:
"Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam,
berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi rizki) kepadaMu."

58
Allahu Akbar! Betapa besar jaminan orang yang berinfak di
jalan Allah! Betapa mudah dan gampang jalan mendapatkan
rizki! Seorang hamba berinfak di jalan Allah, lalu Dzat Yang
di TanganNya kepemilikan segala sesuatu memberi-kan
infak (rizki) kepadanya. Jika seorang hamba berinfak sesuai
dengan kemampuannya maka Dzat Yang memiliki
perbendaharaan langit dan bumi serta kerajaan segala sesuatu
akan memberi infak (rizki) kepadanya sesuai dengan
keagungan, kemuliaan dan kekuasaanNya.
Imam An-Nawawi berkata: "Firman Allah, 'Berinfaklah,
niscaya Aku berinfak (memberi rizki) kepadamu' adalah
makna dari firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah
yang akan menggantinya." (Saba': 39).
Ayat ini mengandung anjuran untuk berinfak dalam berbagai
bentuk kebaikan, serta berita gembira bahwa semua
itu akan diganti atas karunia Allah .
4. Dalil lain bahwa berinfak di jalan Allah adalah di antara
kunci-kunci rizki yaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-
Bukhari dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:
"Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali di
dalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya

59
berdo'a, 'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak
ganti (dari apa yang ia infakkan)'. Sedang yang lain berkata,
'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya)
kebinasaan (hartanya)'."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia mengabarkan
bahwa terdapat malaikat yang berdo'a setiap hari
kepada orang yang berinfak agar diberikan ganti oleh Allah.
Maksudnya �sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mulla Ali
Al-Qari� adalah ganti yang besar. Yakni ganti yang baik,
atau ganti di dunia dan ganti di akhirat. Hal itu
berdasarkan firman Allah:
"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah
yang akan menggantinya. Dan Dialah sebaik-baik Pemberi
rizki." (Saba': 39).
Dan diketahui secara umum bahwa do'a malaikat adalah
dikabulkan, sebab tidaklah mereka mendo'akan bagi seseorang
melainkan dengan izinNya. Allah berfirman:
"Dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada
orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati
karena takut kepadaNya." (Al -Anbiya': 28).
5. Dalil lain adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-
Baihaqi dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:

60
"Berinfaklah wahai Bilal! Jangan takut dipersedikit (hartamu)
oleh Dzat Yang Memiliki Arsy."
Aduhai, alangkah kuat jaminan dan karunia Allah bagi
orang yang berinfak di jalanNya! Apakah Dzat Yang Memiliki
Arsy akan menghinakan orang yang berinfak di jalan-Nya,
sehingga ia mati karena miskin dan tak punya apa-apa?
Demi Allah, tidak akan demikian!
Al-Mulla Ali-AlQari menjelaskan kata " ������� ��� "
dalam hadits tersebut berkata, "Maksudnya, dijadikan
miskin dan tidak punya apa-apa". Artinya, "Apakah engkau
takut akan disia-siakan oleh Dzat Yang Mengatur segala
urusan dari langit ke bumi?" Dengan kata lain, "Apakah
kamu takut untuk digagalkan cita-citamu dan disedikitkan
rizkimu oleh Dzat Yang rahmatNya meliputi penduduk
langit dan bumi, orang-orang mukmin dan orang-orang
kafir, burung-burung dan binatang melata?"
6. Berapa banyak bukti-bukti dalam kitab-kitab Sunnah
(Hadits), Sirah (Perjalanan Hidup), Tarajum (Biografi), Tarikh
(Sejarah), bahkan hingga dalam kenyataan-kenyataan yang
kita alami saat ini yang menunjukkan bahwa Allah
mengganti rizki hambaNya yang berinfak di jalanNya.

61
Berikut ini kami ringkaskan satu bukti dalam masalah ini.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi
beliau bersabda:
"Ketika seorang laki-laki berada di suatu tanah lapang bumi
ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, 'Sira-milah
kebun si fulan!' Maka awan itu berarak menjauh dan
menuangkan airnya di areal tanah yang penuh de-ngan batubatu
hitam. Di sana ada aliran air yang me-nampung air
tersebut. Lalu orang itu mengikuti kemana air itu mengalir.
Tiba-tiba ia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri di
kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan skopnya (ke
dalam kebunnya). Kemudian ia bertanya, 'Wahai hamba
Allah! Siapa namamu?' Ia menjawab, 'Fulan', yakni nama
yang didengar di awan. Ia balik bertanya, "Wahai hamba
Allah, kenapa engkau menanyakan namaku?' Ia menjawab,
'Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang
menurunkan air ini. Suara itu berkata, 'Siramilah kebun si
fulan! Dan itu adalah namamu. Apa sesungguhnya yang
engkau laku-kan?' Ia menjawab, "Jika itu yang engkau
tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil
yang didapat dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan sepertiganya,
dan aku makan beserta keluargaku sepertiganya
lagi, kemudian aku kembalikan (untuk menanam
lagi) sepertiganya'."

62
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Dan aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan
peminta-minta serta ibnu sabil (orang yang dalam
perjalanan)."
Imam An-Nawawi berkata: "Hadits itu menjelaskan ten-tang
keutamaan bersedekah dan berbuat baik kepada orangorang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Juga
keutamaan seseorang yang makan dari hasil kerjanya sendiri,
termasuk keutamaan memberi nafkah kepada keluarga."

63
Pasal Kedelapan :
MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG
SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARI'AT
(AGAMA)
ermasuk kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah
ke-pada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu
syari'at (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini
adalah hadits riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas
bin Malik bahwasanya ia berkata:
"Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah.
Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi dan
(saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang
bekerja itu mengadu kepada Nabi maka beliau bersabda:
Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang mulia menje-laskan
kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesi-bukan
saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga
membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja),
bahwa ia tidak semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya
ke-pada saudaranya, dengan anggapan bahwa rizki itu
T

64
datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu
bahwasanya Allah membukakan pintu rizki untuknya
karena sebab nafkah yang ia berikan kepada suadaranya
yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.
Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda Nabi :
"Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia,"
yang menggunakan shighat majhul (ungkapan kata kerja
pasif) itu berkata, 'Yakni, aku berharap atau aku ta-kutkan
bahwa engkau sebenarnya diberi rizki karena berkah-nya.
Dan bukan berarti di diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh
sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaan-mu
kepadanya."
Al-Alamah Ath-Thaibi berkata: "Makna '�������' (mudahmudahan)
dalam sabda beliau '���������' (mudahmudahan
engkau), bisa kembali kepada Rasulullah ,
sehingga ber-fungsi untuk memberikan kepastian (bahwa
dia mendapat-kan rizki karena berkah saudaranya) dan
menegur (bahwa dia mendapatkan rizki bukan karena
pekerjaannya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam
hadits:
"Bukanlah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang
lemah di antara kalian?" Tetapi bisa pula kembali kepada

65
orang yang diajaknya bicara untuk mengajakanya berfikir
dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar."
Demikianlah, dan sebagian ulama telah menyebutkan
bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu agama secara
sepenuhnya adalah termasuk kelompok orang yang disinggung
dalam firman Allah:
"(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh
jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (beru-saha) di muka
bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena memelihara diri dari me-minta-minta. Kamu kenal
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta
kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (Al -Baqarah: 273).
Imam Al-Ghazali berkata: "Ia harus mencari orang yang
tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli
ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk
(mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling
mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa
mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli
ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau, "Mengapa tidak engkau
berikan pada orang secara umum?" Beliau menjawab,
"Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan

66
setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan
para ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari
kebutuhan (hidupnya), niscaya ia tidak bisa memberi
perhatian sepe-nuhnya kepada ilmu, serta tidak akan bisa
belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka bisa
mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama."

67
Pasal Kesembilan :
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG-ORANG
LEMAH
ermasuk di antara kunci-kunci rizki adalah berbuat
baik kepada orang-orang miskin. Nabi menjelaskan
bahwa para hamba itu ditolong dan diberi rizki
disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Mush'ab bin Sa-'dan
ia berkata, 'Bahwasanya Sa'dan merasa dirinya memiliki
kelebihan daripada orang lain. Maka Rasulullah bersabda:
"Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orangorang
lemah di antara kalian?"
Karena itu, siapa yang ingin ditolong Allah dan diberi rizki
olehNya maka hendaknya ia memuliakan orang-orang
lemah dan berbuat baik kepada mereka."
Nabi yang mulia, juga menjelaskan bahwa keridhaan-nya
dapat diperoleh dengan berbuat baik kepada orang-orang
miskin.
Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu
Hibban dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Darda'
T

68
bahwasanya ia berkata, aku mendengar Rasulullah
bersabda:
"Carilah (keridhaan)ku melalui orang-orang lemah di antara
kalian. Karena sesungguhnya kalian diberi rizki dan ditolong
dengan sebab orang-orang lemah di antara kalian."
Menjelaskan sabda Nabi di atas Al-Mulla Ali Al-Qari
berkata, "Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada
orang-orang miskin di antara kalian."
Dan barangsiapa berusaha mendapatkan keridhaan kekasih
Yang Maha Memberi rizki dan Maha Memiliki kekuatan
dan keperkasaan, Muhammad dengan berbuat kepada
orang-orang miskin, niscaya Tuhannya akan menolongnya
dari para musuh serta akan memberinya rizki.

69
Pasal Kesepuluh :
HIJRAH DI JALAN ALLAH
llah menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci
di antara kunci-kunci rizki. Saya akan
membicarakan masalah ini �dengan memohon
taufik Allah� melalui dua poin berikut ini:
a. Makna hijrah di jalan Allah .
b. Dalil syar'i bahwa hijrah di jalan Allah termasuk
kunci rizki.
A. MAKNA HIJRAH DI JALAN ALLAH
Hijrah sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-
Ashfahani adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri
iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari
Makkah ke Madinah.
Dan hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh
Sayid Muhammad Rasyid Ridha harus dengan sebenarbenarnya.
Artinya, maksud orang yang berhijrah dari
negeri-nya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah
dengan mene-gakkan agamaNya yang ia merupakan
A

70
kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai
Allah, juga untuk me-nolong saudara-saudaranya yang
beriman dari permusuhan orang-orang kafir.
B. Dalil Syar'i Bahwa Hijrah di Jalan Allah Termasuk
Kunci Rizki
Di antara dalil yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan
Allah termasuk kunci rizki adalah firman Allah:
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka
mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan
rizki yang banyak." (An-Nisa': 100).
Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan bahwa orang
yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal:
Pertama, ���������� ��������� kedua, ������.
Yang dimaksud ���������� sebagaimana dikatakan oleh
Imam Ar-Razi adalah, barangsiapa berhijrah di jalan Allah
ke negeri lain, niscaya akan mendapati di negerinya yang
baru itu kebaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab
kehinaan dan kekecewaan para musuhnya yang berada di
negeri asal-nya. Sebab orang yang memisahkan diri dan
pergi ke negeri asing, sehingga mendapatkan ketentraman
di sana, lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya,

71
niscaya penduduk asli negeri itu akan malu atas buruknya
mua'amalah (perlakuan) yang mereka berikan, sehingga
dengan demikian mereka merasa hina.'
Sedang yang dimaksud, ������ (keluasan), yaitu keluasan
rizki. Inilah yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbas dalam
menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh Ar-Rabi', Adh-
Dhakkak, Atha' dan mayoritas ulama.
Qatadah berkata: "Maknanya, keluasan dari kesesatan
kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada banyaknya
kekayaan."
Imam Malik berkata: "Keluasan yang dimaksud adalah
keluasan negeri."
Mengomentari ketiga pendapat di atas, Imam Al-Qurthubi
mengatakan: "Pendapat Imam Malik lebih dekat pada
kefasihan ungkapan bahasa Arab. Sebab keluasan ne-geri
dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki.
Juga menunjukkan kelapangan dada yang siap
menanggung kesedihan dan pikiran serta hal-hal lain yang
menunjukkan kemudahan."
Pendapat mana saja yang kita ambil dari ketiga pendapat di
atas, yang jelas semuanya menunjukkan bahwa orang yang
berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji dari Allah

72
berupa keluasan rizki, baik dengan ungkapan langsung
maupun secara tidak langsung.
Dan sungguh janji Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Menentukan adalah suatu janji yang haq serta tidak pernah
luput. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada
Allah?
Sungguh dunia telah dan sampai sekarang masih menyaksikan
kebenaran janji ini. Dan saya kira, orang yang mengetahui
sedikit tentang sejarah Islam pun sudah tahu akan
peristiwa hijrahnya para sahabat Rasulullah ke Madinah.
Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta
benda dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan Allah ,
Allah serta merta mengganti semuanya. Allah memberikan
kepada mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan
Yaman. Allah berikan kepada mereka kekuasaan atas
istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada'in
yang putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu
Shan'a, serta ditundukkan untuk mereka berbagai
simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra.
Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang
mulia ini berkata: "Walhasil, seakan-akan dikatakan, 'Wahai
manusia! Jika kamu membenci hijrah dari tanah airmu
hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian

73
dalam per-jalananmu, maka sekali-kali jangan takut!
Karena sesung-guhnya Allah akan memberimu berbagai
nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu.
Hal yang ke-mudian menyebabkan kehinaan musuhmusuhmu
dan men-jadi sebab bagi kelapangan hidupmu."

74
PENUTUP
egala puji bagi Allah yang telah menganugerahi
hamba-Nya yang lemah ini sehingga bisa
menyelesaikan tulisannya. Dan sungguh kepadaNya
senantiasa diminta ampunan, ke-murahan dan ijabah
(pengabulan).
Dari tulisan ini dapat dirumuskan beberapa poin berikut
ini:
1. Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa menja-dikan
beberapa sebab dan kunci untuk rizki, di antaranya:
a. Istighfar (memohon ampun kepada Allah) dan taubat
kepadaNya. Dan yang dimaksud adalah melakukan
ke-duanya dengan perkataan dan perbuatan.
b. Taqwa. Dan hakikatnya adalah menjaga diri dari
yang menyebabkan dosa atau mentaati perintahperintah
Allah dan menjauhi larangan-laranganNya
atau menjaga diri dari sesuatu yang menyebabkan
siksa, baik dengan mela-kukan perbuatan atau
meninggalkannya.
S

75
c. Tawakkal. Yaitu menampakkan kelamahan hamba
serta bersandar sepenuhnya kepada Allah semata.
d. Beribadah sepenuhnya kepada Allah . Yaitu
bersungguh-sungguh dalam mengkonsentrasikan
hati ketika beribadah kepada Allah .
e. Mengikuti haji dengan umrah. Maksudnya,
melakukan salah satunya lalu melanjutkannya
dengan yang lain.
f. Silaturrahim. Yaitu berbuat baik kepada
kerabat/keluarga dekat.
g. Berinfak di jalan Allah . Yaitu berinfak untuk sesuatu
yang dicintai dan diridhai Allah .
h. Memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya
me-nuntut ilmu syar'i (agama).
i. Berbuat baik kepada orang-orang yang lemah.
j. Berhijrah di jalan Allah . Yakni keluar dari negeri
kafir ke negeri iman untuk mencari keridhaan Allah
se-suai dengan syar'iatNya.
2. Istighfar dan taubat itu wajib dengan perkataan dan
perbuatan. Sebab ber-istighfar dan bertaubat dengan lisan
saja tanpa perbuatan, maka itu adalah perilaku para
pendus-ta. Sebagaimana taqwa itu harus dengan menjaga

76
diri dari berbuat maksiat kepada Allah, mentaati perintahperintah-
Nya serta menjauhi larangan-laranganNya. Dan
sungguh pengakuan semata, itu sama sekali tidak
bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat.
3. Bertawakkal dan beribadah sepenuhnya kepada Allah
tidaklah berarti meninggalkan usaha untuk mencari penghidupan.
4. Silaturrahim itu tidak saja terbatas dalam hal harta,
tetapi menyambung (memberikan) apa yang mungkin diberikan
dari kebaikan kepada keluarga dekat, serta menolak
bahaya dari mereka sesuai dengan kemampuan. Dan silaturrahim
dengan ahli maksiat tidaklah menuntut adanya
kecintaan, kasih sayang dan berpura-pura dengan mereka.
Tetapi sialturrahim dengan mereka adalah berusaha menghalangi
mereka dari melakukan kemaksiatan.
Kemudian saya wasiatkan kepada suadara-saudaraku di
segenap penjuru dunia untuk tetap berpegang teguh dengan
sebab-sebab rizki tersebut. Sebab kebaikan segala-galanya
adalah dengan berpegang teguh terhadap apa yang disyari-
'atkan Sang Pencipta dan keburukkan segala-galanya
adalah dengan berpaling daripadanya. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan
seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu

77
yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan
hatinya dan sesungguhnya kepadaNya-lah kamu akan
dikumpulkan." (Al -Anfal : 24).
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan
buta. Berkatalah ia, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, pada-hal aku
dahulunya adalah seorang yang melihat?' Allah berfirman,
'Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya dan begitu (pula) pada hari ini kamu
pun dilupakan." (Thaha: 124-126).
Semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan
kepada Nabi kita, kepada segenap keluarga, sahabat dan
para pengikutnya. Kemudian akhir dari do'a kita adalah:
"Alham-dulillahi Rabbil 'Alamin". (segala puji bagi Allah, Rabb
se-mesta alam).

78
MARAJI' ( SUMBER BACAAN )
1. Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Amir Ala'uddin Al-
Farisi, Mu'assasah Ar-Risalah, Beirut, cet. I 1408H.,
tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth.
2. Ahkamul Qur'an, Imam Abu Bakr Ibnul Arabi, Darul
Ma'rifah Beirut, tanpa tahun, tahqiq Ustadz Ali Muhammad
Al-Bajawi.
3. Ihya' Ulumid Din, Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Darul
Ma'rifah Beirut, tahun 1403H
4. Al-Adabul Mufrad, Imam Muhammad bin Isma'il Al-
Bukhari, Alamul Kutub Beirut, cet. II 1405H, tartib dan
kata pengantar Ustdaz Kamal Yusuf Al-Khut.
5. Adhwa'ul Bayan fi Idhahil Qur'an bil Qur'an, Al-Allamah
Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi, dicetak atas dana
Pangeran Ahmad bin Abdil Aziz Ali Su'ud, tahun 1403H.
6. Aisarut Tafasir, Syaikh Abu Bakar Al-Jaza'iri, cet. 1407
H.
7. Tahriru Alfadhit Tanbih/Lughatul Fiqh, Imam Muhyid-din
An-Nawawi, Darul Qalam Damaskus, cet. I 1408 H,
tahqiq Ustadz Abdul Ghani Ad-Daqr.

79
8. Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami'it Tirmidzi, Syaikh Abdurrahman
Al-Mubarak Furi, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut,
cet. I 1410 H.
9. Tafsirul Baghawi/Ma'alimut Tanzil, Imam Abu Muhammad
Al-Baghawi, Darul Ma'rifah Beirut, cet. I 1406 H,
i'dad dan tahqiq Ustadz Khalid Abdurrahman Al-Ik dan
Marwan Siwar.
10. Tafsirut Tahrir wat Tanwir, Ustadz Muhammad Thahir
Ibni Asyur, Ad-Darut Tunisiyah lin Nasyr Tunis,cet.
1984M.
11. Tafsirul Khazin/Lubabut Ta'wil fi Ma'anit Tanzil, Al-
Allamah Ala'uddin Ali bin Muhammad yang terkenal
dengan nama Al-Khazin, Darul Fikr Beirut, cet. 1399 H.
12. Tafsir Abis Su'ud/Irsyadul Aql As-Salim ila Mazayal
Qur'anil Karim, Al-Qadhi Abis Su'ud, Daru Ihya'it Turats
Al-Arabi, tanpa tahun cetakan.
13. Tafsir Ath-Thabari/Jami'ul Bayan min Ta'wili Ayil Qur'an,
Imam Abu Ja'far Ath-Thabari, Darul Ma'arif Mesir, tanpa
tahun cetakan, tahqiq Syaikh Mahmud Muhammad
Syakir dan Ahmad Muhammad Syakir.

80
14. Tafsir Al-Qasimi/ Mahasinut Ta'wil, Al-Allamah Muhammad
Jamaluddin Al-Qasimi, Darul Fikr Beirut, cet.
III 1398 H, tahqiq Syaikh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi.
15. Tafsir Al-Qurthubi/Al-Jami'li Ahkamil Qur'an, Imam Abu
Abdillah Al-Qurthubi, Dar Ihya'it Turats Al-Arabi, tanpa
tahun cetakan.
16. At-Tafsirul Qayyim, Imam Ibnul Qayyim, Darul Fikr
Beirut, cet. 1408 H, dikumpulkan oleh Syaikh Muhammad
Uwais An-Nadawi, tahqiq Syaikh Muhammad
Hamid Al-Faqi.
17. At-Tafsirul Kabir/Mafatihul Ghaib, Imam Fakhruddin Ar-
Razi, Darul Kutub Al-Ilmiah Teheran, cet. II, tanpa tahun
cetakan.
18. Tafsir Ibni Katsir/Tafsirul Qur'anil Azhim, Al-Hafizh Ibnu
Katsir, Darul Faiha' Damaskus dan Darussalam Riyadh,
cet. I 1413 H, Pengantar Syaikh Abdul Qadir Al-Arna'uth.
19. Tafsir Ibni Mas'ud , i'dad Ustadz Muhammad Ah-mad
Isawi, Mu'assasah Al-Malik Faishal Al-Khairiyah, cet. I
1405 H.
20. Tafsir Al-Manar, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Darul
Ma'rifah Beirut, cet. II, tanpa tahun cetakan.

81
21. At-Talkhis (dicetak bersama Al-Mustadrak Alash Shahihain
), Al-Hafizh Adz-Dzahabi, Darul Kitab Al-Arabi
Beirut, tanpa tahun cetakan.
22. Tanqihur Ruwat fi Takhriji Ahaditsil Misykat, Syaikh
Ahmad Hasan Ad-Dahlawi, Al-Majlisul Ilmi As-Salafi
Lahore, tanpa tahun cetakan.
23. Jami'ut Tirmidzi (dicetak bersama Tuhfatul Ahwadzi),
Imam Abu Isa Muhammad bin Isa, Darul Kutub Al-
Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.
24. Hasyiatul Imam As-Sindi Ala Sunanin Nasa'i, Syaikh Abul
Hasan As-Sindi, Darul Fikr Beirut, cet. 1348 H.
25. Ruhul Ma'ani, Al-Allamah Mahmud Al-Alusi, Dar Ihya'it
Turats Al-Arabi Beirut, cet. IV 1405 H.
26. Zadul Masir fi Ilmit Tafsir, Imam Ibnul Jauzi, Al-Maktab
Al-Islami Beirut, cet. I 1984 M.
27. Riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi, Mu'assasah Ar-
Risalah Beirut, cet. V 1405 H, tahqiq Syaikh Syu'aib Al-
Arna'uth.
28. Silsilatul Ahadits Ash-Shahihah, Syaikh Muhammad
Nashruddin Al-Albani, Al-Maktabah Al-Islamiah Oman
dan Ad-Darus Salafiah Kuwait, 1403 H.

82
29. Sunan Abu Daud (dicetak bersama Aunul Ma'bud), Imam
Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani, Darul Kutub Al-
Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.
30. Sunan Ibni Majah, Imam Abu Abdillah Muhammad bin
Yazid Al-Qazwaini Ibni Majah, Syirkah Ath-Thiba'ah Al-
Arabiyah As-Su'udiyah, cet. II 1404 H, tahqiq Dr.
Muhammad Musthafa Al-A'zhami.
31. Sunan An-Nasa'i (dicetak bersama Syarh As-Suyuthi wa
Hasyiah As-Sindi), Imam Abu Abdurrahman Ahmad bin
Syu'aib An-Nasa'i, Darul Fikr Beirut, cet. I 1348 H.
32. Syarhus Sunnah, Imam Al-Baghawi, Al-Maktab Al-Islami
Beirut, cet. I 1390 H, tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth
dan Zuhair Asy-Syawish.
33. Syarh Nawawi ala Shahih Muslim, Imam An-Nawawi,
Darul Fikr Beirut, 1401 H.
34. Shahihul Bukhari (dicetak bersama Fathul Bari), Imam
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Ar-Ri'asah Al-Ammah
lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wa Ifta' wad Dakwah wal
Irsyad Riyadh, tanpa tahun cetakan.
35. Shahih Ibni Khuzaimah, Imam Abu Bakr Muhammad bin
Ishaq bin Khuzaimah, Al-Maktab Al-Islami Beirut, tanpa

83
tahun cetakan, tahqiq Dr. Muhammad Musthafa Al-
A'zhami.
36. Shahih Sunan At-Tirmidzi, Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi lil
Duwalil Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.
37. Shahih Sunan Abu Daud, Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil
Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.
38. Shahih Sunan Ibni Majah, Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil
Khalij, cet. III 1408 H.
39. Shahih Sunan An-Nasa'i, Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil
Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.
40. Shahih Muslim, Imam Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi, Ar-
Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta'
wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, cet. 1400 H, tahqiq
Syaikh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi.
41. Dha'ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. I 1412
H.

84
42. Umdatul Qari' Syarh Shahihil Bukhari, Al-Allamah
Badruddin Al-Aini, Darul Fikr Beirut, tanpa tahun
cetakan.
43. Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abu Daud, Al-Allamah Abu
Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi, Darul Kutub Al-Ilmiah
Beirut, cet. I 1410 H.
44. Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, Al-Hafizh ibnu Hajar,
Ar-Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wal
Ifta' wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, tanpa tahun
cetakan.
45. Fathul Qadir, Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani,
Al-Maktabah At-Tijariah Makkah Al-Mukarramah,
catatan kaki Ust. Sa'id Muhammad Al-Lahham, tanpa
tahun cetakan.
46. Faidhul Qadir Syarh Al-Jami'ush Shaghir, Al-Allamah
Muhammad yang dipanggil dengan Abdur Ra'uf Al-
Manawi, Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun cetakan.
47. Al-Qamusul Muhith, Al-Allamah Majduddin Al-Fairuz
Abadi, Al-Mu'assasah Al-Arabiyah lith Thiba'ah wan
Nasyr Beirut, tanpa tahun cetakan.
48. Kitabut Ta'rifat, Al-Allamah Al-Jurjani, Maktabah Lubnan
Beirut, 1985 M.

85
49. Kitab Az-Zuhd, Imam Abdullah Ibnu Mubarak, Darul
Kutub Al-Ilmiah Beirut, tahqiq Syaikh Habibur Rahman
Al-A'zhami, tanpa tahun cetakan.
50. Kitabus Sunan Al-Kubra, Imam Abu Abdurrahman
Ahmad bin Syu'aib An-Nasa'i, Darul Kutub Al-Ilmiah
Beirut, cet. I 1411 H, tahqiq Dr. Abdul Ghaffar Sulaiman
Al-Bandari dan Sayid Karwi Hasan.
51. Kitabun Nazhar wal Ahkam fi Jami'i Ahwalis Suuq, Imam
Yahya bin Umar Al-Andalusi, Asy-Syirkah At-Tunisiah lit
Tauzi', cet. 1975 M.
52. Al-Kasysyaf 'an Haqa'iqit Tanzil wa 'Uyunil Aqawil fi
Wujuhit Ta'wil, Al-Allamah Abul Qasim Az-Zamahsyari,
Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun cetakan.
53. Kasyful Khafa' wa Muzilul Ilbas, Syaikh Ismail bin
Muhammad Al-'Ajwali, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut,
cet. IV 1405 H, tashhih Ust. Ahmad Al-Qalasy.
54. Majma'uz Zawa'id wa Manba'ul Fawa'id, Al-Hafizh
Nuruddin Al-Haitsami, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, cet.
III, 1402 H.
55. Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsiril Kitab Al-Aziz, Al-Qadhi
Ibnu Athiyyah Al-Andalusi, tahqiq Al-Majlis Al-Ilmi bi
Fas, tanpa penerbit dan tahun cetakan.

86
56. Al-Mustadrak Alash Shahihain, Imam Abu Abdillah Al-
Hakim, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, tanpa tahun
cetakan.
57. Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hambal, Darul Ma'arif lith
Thiba'ah wan Nasyr Mesir, cet. III, tahqiq Syaikh Ahmad
Muhammad Syakir (Al-Musnad, Imam Ahmad bin
Hambal, Al-Maktab Al-Islami Beirut).
58. Musnad Asy-Syihab, Al-Qadhi Abu Abdillah Muhammad
bin Salamah Al-Qadha'i, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut,
cet. II 1407 H, tahqiq Syaikh Hamdi Abdul Majid As-
Salafi.
59. Misykatul Mashabih, Syaikh Muhammad Abdullah Al-
Hathib At-Tibrizi, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. II 1399
H, tahqiq Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
60. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, Imam Raghib Al-
Ashfahani, Darul Ma'rifah Beirut, tahqiq Ust. Sayid
Kailani, tanpa tahun cetakan.
61. Nuzhatun Nazhar fi Taudhihi Nukhbatil Fikar, Al-Hafizh
Ibnu Hajar, Penerbit Qur'an Mahal Karachi, tanpa tahun
cetakan.

87
62. An-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar, Imam Ibnul
Atsir, Al-Maktabah Al-Islamiyah Beirut, tahqiq Ust.
Thahir Ahmad Az-Zawi dan Dr. Muhammad Ath-Thanaji.
63. Hamisyul Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Syaikh
Syu'aib Al-Arna'uth, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. I
1408 H.
64. Hamisyul Musnad, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir,
Darul Ma'arif lith Thiba'ah wan Nasyr Mesir, cet. III.
65. Hamisy Misykatil Mashabih, Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet.
III 1399 H.
Dapatkan koleksi ebook-ebook lain yang tak kalah menariknya
di EBOOK CENTER - AQUASIMSITE - http://jowo.jw.lt