“Di waktu seorang hamba dalam keadaan lapang, hawa nafsu mengambil peranan karena sangat bergembira. Akan tetapi di masa sempit, tidak ada satu ruangpun yang dapat dimasuki oleh hawa nafsunya. “Ungkapan di atas adalah suatu isyarat seperti sudah dikenal sebelum ini, yakni kehormatan beradab antara hamba dengan Allah, dan kehormatan beradab antara sesama hamba Allah. Di waktu sedang sempat karena karunia Allah, si hamba berada dalam keadaan bahagia, maka jangan sampai ia lupa kepada dirinya sendiri sebagai hamba yang memiliki kewajiban terhadap Allah, dan terhadap sesama manusia, dengan adab dan akhlak mulia.
Hawa Nafsu di Waktu Lapang dan Sempit
Perlu dipahami dalam hal ini, bahwasanya kesempitan hidup yang dialami oleh seorang hamba Allah, adalah karena ia lalai akan kewajibannya terhadap Allah. Dimaksud dengan keadaan longgar adalah pemberian Allah kepada seorang hamba berupa rezeki dan bermacam-macam kenikmatan. Syekh Abu Ali Daqqaq menerangkan bahwa penjelasan tersebut di atas adalah amalan dari prinsip yang bagus. Karena adabiyah yang berkaitan dengan kehidupan manusia, baik kelapangan hidupnya, maupun kesempitannya adalah anugerah Allah yang patut diterima oleh seorang hamba dengan adab dan akhlak yang selalu menunggu datangnya pertolongan Allalr Ta’ala. Ketahuilah bahwasanya kesempatan dan kesempitan silih berganti dalam hidup manusia. Hamba-hamba Allah selalu saja berhadapan dengan kondisi hidup yang berganti-ganti datang dalam kehidupan manusia. Ada masa gembira tetapi ada masa duka. Ada masa longgar dan ada masa sempit. Begitulah yang dihadapi manusia dan begitulah yang diciptakan Allah untuk setiap manusia. Perjalanan hidup dunia, memang bukant perjalanan yang main-main. Selama manusia hidup di dunia, selama itu pula ia menghadapi problema yang mampu memperkuat jiwa dan iman, akan tetapi kadang-kadang dapat pula menggoyahkan iman dan merusak ibadah.
Umumnya para hamba Allah, ketika dalam kesempitan ia makin dekat dengan Allah, dan di waktu longgar banyak sekali manusia yang lupa kepada Allah. Oleh karena itu, benar apa yang dikatakan para arifin, bahwa ia lebih mudah menghadapi kesulitan, daripada menghadapi kesenangan dan kesempatan. Di waktu sempit orang lebih leluasa mengoreksi dirinya, akan tetapi di waktu sempat ia sukar sekali mengoreksi dirinya.
Setan dan hawa nafsu angkam memang lebih mudah merongrong manusia yang sedang senang dan bergembira. Karena kesempatan untuk itu cukup besar. Ia lebih mudah menggerogoti iman dengan bisikan-bisikan halus, dan tidak terasa melemparkan si hamba yang lemah itu ke jurang kenistaan.
Di waktu si hamba dalam kesempitan, dalam keadaan derita dan berkekurangan, setan dan hawa nafsu masih memperhatikan banyak kemungkinan yang sukar untuk masuk. Karena situasi yang tidak menguntungkan. Di saat seperti itu, si hamba dalam keadaan merenung dan mengoreksi dirinya, sedang jaraknya dengan Tuhan cukup dekat. Si hamba dalam kesulitan itu sedang berkaca dodam cermin waktu. Ia menghadapkan cermin waktu itu kepada Allah, memohon agar memantulkan nur kasih sayang Nya bagi dirinya. Setan di saat seperti itu kehilangan kemampuannya menghadapi hamba yang dalam kesulitan, akan tetapi tetap memperkuat dirinya dengan keimanan dan taqarub kepada Allah.
Kesempatan manusia memperbaiki dirinya, cepat-cepat surut dari perbuatan maksiat, hanya dapat dilakukannya apabila tumbuh kesadaran untuk datang mendekati Tuhannya. Sifat khasiyah hamba Allah yang masih tersisa dalam dirinya, jangan sampai musnah. Si hamba hendaklah mampu rnemupuk kembali sifat khasiah (takut melakukan perbuatan maksiat, karena mentaati Allah), agar kembali menjadi kekuatan yang mampu memukul godaan setan, serta akan menjadi perisai mempertahankan iman.
Keimanan yang terus menerus mendapat kontrol perasaan dan akal sehat akan mendapat suplai energi dari hati nurani yang biasanya sangat peka melihat situasi yang terjadi akibat kekalahan manusia menghadapi hawa nafsu. Seperti sudah dijelaskan pada awal bab ini, bahwasanya di saat manusia dalam keadaan senang, kekuatan imannya menyusut, lalu mudah mendapat serangan hawa nafsu. Kalau situasi lapang ini tidak mendapat suntikan iman terus menerus, maka mudahlah bagi setan mempertahankan benteng hidup si hamba. Akan tetapi sebaliknya, apabila si hamba mampu memupuk rasa khasiah dan ketaatannya, memupuk kekuatan imannya, maka ia akan mampu membentengi jiwanya dari rongrongan hawa nafsu setan.
Sebenarnya kesadaran iman kepada qada dan qadar yang menjadi keyakinan hamba Allah cukup menjadi senjata untuk melindungi dirinya dari rongrongan hawa nafsu, walaupun ia sedang dalam keadaan senang ataupun susah, lapang atau sempit. Apabila ia rida menerima semuanya itu, clan menghadapinya sebagai anugerah clan rahmat dari Allah Ta’ala.
Apabila seorang hamba bergelimang dalam dosa dan kesalahan kepada Allah Ta’ala, maka kedudukannya sebagai hamba Allah tergeser menjadi hamba hawa nafsu (hamba setan).
Mereka yang membiarkan dirinya tergeser oleh hawa nafsu cenderung pula membiarkan dirinya lemah, hilang semangat mendapatkan rida Allah, dan tidak berusaha untuk berserah diri kepada-Nya. Kecenderungan seperti ini sama artinya tidak mencari keselamatan dan tidak ingin bertobat.
Sesungguhnya seperti telah dijelaskan sebelum ini, bahwasanya Allah Swt. yang telah mengatur semua yang berkaitan dengan nasib pam hamba Allah, memberi mereka rezeki, mengatur rezeki itu dalam pengalamannya, dan juga menunda pemberiannya, termasuk mengurangi clan mencabut kembali. Beriman kepada Allah Swt. termasuk beriman kepada semua yang telah ditetapkan Allah Swt. Allah berfirman dalam sumt Al Baqarah ayal 245, “Dan Allah jualah yangmenyempitkan atau menahan rezeki para hamba menurut rencanan-Nya, sebagai ujian, dan melapangkan bagi orang yang dikehendaki-Nya, sebagai cobaan, dan kelak kepadanya kamu semua dikembalikan. Maksudnya kembali ke alam akhirat melalui suatu kebangkitan, dan Allah Swt. akan memberi pembalasan semua amal ibadah hamba-hamba-Nya.
Menghadapi kondisi susah atau senang bagi hamba Allah yang takwa hendaklah dengan penuh harapan kepada Allah Ta’ala, dengan penuh ketenangan hati, agar barakah yang telah disebarkan ke muka bumi ini oleh Allah Swt, diterima oleh manusia yang beriman dengan hati yang tenang dan damai. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Qashas ayat 73, “Dan sebagian dan rahmat Allah telah diciptakan untuk kamu malam dan siang agar kamu dapat hidup tenang di dalamnya, serta kamu mencari anugerah Allah dan kesenangannya, agar kamu pandai bersyukur atas semua pemberian itu”.