Adapun penglihatan adalah terbiasnya cahaya sesuatu pada lensa mata. Ketika proses pembiasan ini bekerja, maka akan terjadi ada ikatan antara yang sesuatu yang dilihat dan mata. Oleh karenanya, menjadikan sesuatu tersebut menempati pada tempat tertentu. Dan segala yang berbentuk membutuhkan sebuah tempat, dan yang membutuhkan yang lain adalah fakir. Dan ini tidak akan memiliki sifat Ketuhanan (Uluhiyah). Dari penjelasan ini maka sekiranya Tuhan bertempat, tidaklah akan melewati kemungkinan berikut ini:
1. Keberadaan tempat tersebut pada awalnya bersamaan dengan wujud Tuhan. Kalau sekiranya tempat tersebut qadim (dahulu), maka keberadaannya sama dengan keberadaan Tuhan Yang Qadim.Jadi, ada dua wujud yang qadim.
2. Sekiranya Allah Swt menciptakan tempat untuk diri-Nya sendiri. Dan kita umpakan Dia (Allah) tidak membutuhkan tempat. Dengan dalil bahwa sebelum dicitakan tempat tersebut, dia telah ada. Dengan gambaran ini, bagaimana Allah Swt tidak membutuhkan tempat , kemudian setelah itu Dia membutuhkan tempat.
Dilihat dari makna ayat, maka dapatlah kita jelaskan sebagai berikut:
KataNadhirodari ayat tersebut bukanlah mempunyai makna melihat akan tetapi bermakna menunggu atau menanti. Dan maksud dari keseluruhan ayat adalah penantian rahmat dan kasih sayang Allah Swt. Ketika utusan raja Saba’ mengirimkan hadiah kepada nabi Sulaiman as, disebutkan dalam al-qu’an, Allah Swt berfirman: “Dan Sesungguhnya Aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan)menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu”.[2]
Dan pengertianNadhirosebenarnya, bukanlah diartikan penglihatan. Maka kita mencoba penelusuri ayat diatas, dengan mengaitkan dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Allah Swt berfirman:
1. “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri”.
2. “Kepada Tuhannyalah mereka Melihat“.
3. “Dan Wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram”.
4. “Mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat”.[3]
Pada keempat ayat diatas, ayat ketiga nampak berlawanan dengan ayat pertama. Dan ayat keempat juga berlawanan dengan ayat kedua. Dan pelu diperhatikan bahwa ayat keempat menghilangkan bentuk kekaburan seperti pada ayat yang kedua. Yang jelas, ayat yang pertama dan ketiga adalah pembagian atas manusia di hari kiamat. Dan ayat kedua dan keempat juga adanya penjelasan nasib perjalanan manusia dalam dua bentuk. Dari sisi lain, maka ayat keempat memaparkan tentang penantian terhadap sebuah azab, dan ayat kedua memaparkan tentang penantian terhadap rahmat Swt. Bukanlah penglihatan dan penyaksian dalam bentuk luar (dhahir).
Kesimpulan:
Dalil ayat untuk menetapkan kemungkinan Allah Swt dapat dilihat di hari kiamat, akan menyimpang dari pemahaman secara filosofis dan terhadap tujuan yang ada di dalam keempat ayat tersebut. Dari ayat, sebenarnya mengambarkan tentang pelaku ketaatan dan maksiat dan penantian keduanya terhadap nasib mereka dari turunnya rahmat Allah atau azab-Nya. Adapun penafsiran tentang penyaksian zat Al-Haqtidaklah berkaitan dengan ayat ini. [Sumber: Cahaya Islam]
[1]Al-Qiyaamah ayat 23.
[2]An-Naml ayat 35.
[3]Al-Qiyaamah ayat 22 s/d 25.