Perbedaan Iman kepada al-Quran dan Kitab Sebelumnya



al-quran3Dalam agama islam, iman (keyakinan) memiliki posisi yang strategis dan prinsipil. Iman merupakan fondasi atas segala-galanya. Seluruh perbuatan islam harus ditegakkan atas dasar iman. Betapapun baiknya suatu perbuatan, jika dibangun bukan atas dasar iman, maka semua amalan itu akan tertolak di sisi Alloh SWT. Salah satu iman yang harus tertanam dalam diri seorang muslim adalah iman kepada kitab-kitab Alloh. Beriman kepada kitab-kitab Alloh merupakan salah satu kriteria seorang muslim bertaqwa sebagaimana digambarkan dalam bagian awal surat al- Baqoroh.  
Kitab sebelum al-Quran sangatlah banyak. Ada yang berupa lembaran milik nabi Ibrahim, lembaran milik nabi Musa, dan lembaran sebelum Ibrahim dan Musa. Ada juga kitab Zabur yang diturunkan kepada nabi Daud, kitab Taurat kepada nabi Musa, dan kitab injil kepada nabi Isa as. Dan, diantara kitab dan lebaran-lembaran yang diturunkan Alloh ini, yang terbesar ialah al-Quran.
Bagaimana cara kita beriman kepada kitab Alloh? dan apa bedanya beriman kepada al-Quran dibanding kitab lainnya?
Iman kepada al-Quran haruslah meliputi tiga dimensi yakni lisan, hati, dan amal perbuatan. Saat hati berkata yakin, maka lisan dan perbuatan haruslah selaras dengan apa yang dikehendaki al-Quran. Orang yang hatinya iman sementara lisan dan perbuatannya tidak mencerminkan keimanan, maka orang tersebut termasuk golongan FASIQ. Sebaliknya jika lisan dan perbuatannya iman, semantara hatinya tidak, maka orang seperti ini termasuk golongan MUNAFIQ.
Sementara itu, iman kepada kitab selain al-Quran hanya meliputi dua dimensi saja yakni hati dan lisan, tidak dalam hal perbuatan. Secara lisan dan hati kita diwajibkan berikrar iman kepada kitab Injil, Taurat,  Zabur, dan kitab lainnya. Namun dalam hidup keseharian,  kita tidak dibolehkan tunduk dibawah kemauan Zabur, Taurat, dan Injil.
Jangankan kita, umat pengikut Injil, Zabur, dan Taurat-pun, ketika al-Quran turun wajib hukumnya bagi mereka tunduk kepada al-Quran. Seandainya nabi Musa, Isa dan Daud masih hidup, merekapun wajib tunduk kepada al-Quran. Maka dari itu, kita tidak dibenarkan untuk tunduk dibawah injil dan taurat, sekalipun kitab ini masih asli. Apalagi pada saat ini, kitab Injil dan Taurat sudah tidak asli lagi karena telah mengalami perubahan dan rekayasa pengikutnya.
Keimanan ini haruslah kita jaga dan pelihara dengan penuh perjuangan dan kegigihan. Bentengi diri dan keluarga dari rongrongan yang berpotensi menguras bahkan menghapus iman dari kehidupan kita. Pengaruh-pengaruh luar yang bertujuan menarik menjadi komunitasnya akan selalu dihembuskan para outsider (non muslim), baik secara halus maupun kasar. Hal ini, selain bisa kita saksikan dalam kenyataan hidup, juga sudah diberitahukan dalam QS Al-Baqoroh 120; “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka“.
Mereka, kaum Yahudi dan Nasrani, tidak akan pernah rela selama-lamanya jika sikap hidup, pola pikir dan suara batin orang-orang Islam belum mengikuti ajaran mereka. Maka dari itu, bentengilah aqidah diri dan keluarga dari pengaruh-pengaruh luar. Tidak ada kata KOMPROMI dalam hal Aqidah dengan orang non muslim. Belajarlah dari sikap nabi Ibrahim as yang  tegas dalam mempertahankan aqidah Islam, sebagaimana terdapat dalam QS. QS Al-Mumtahanah 4;
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja… “
(Pengajian 24 April 2010, Mesjid Darussalam Kota Wisata, Narasumber DR Aminulloh)